Cara Pembelajaran Problem Based Learning

       Program inovatif Problem Based Learning (PBL) pertama kali diperkenalkan oleh Faculty of Health Sciences of Mc Master University di Kanada pada tahun 1966. Yang menjadi ciri khas dari pelaksanaan PBL di mcmaster adalah filosofi pendidikan yang berorientasi pada masyarakat, terfokus pada manusia, melalui pendekatan antar cabang ilmu pengetahuan dan belajar berdasar masalah.

       Kemudian pada tahun 1976, Maastricht Faculty of Medicine di Belanda menyusul sebagai institusi pendidikan kedokteran kedua yang mengadopsi PBL. Kekhasan pelaksanaan PBL di Maastrich terletak pada konsep tes kemajuan (progress test) dan pengenalan keterampilan medik sejak awal dimulainya program pendidikan. Dalam perkembangannya, PBL telah diadopsi baik secara keseluruhan atau sebagian oleh banyak fakultas kedokteran di dunia. 

        Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. 

     Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

        Problem Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.

      Problem Based Learning merupakan proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata dan kemudian dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah ini berdasarkan pengetahuan dan pengalaman baru.

1. Tujuan Model Pembelajaran Problem Based Learning
       Departemen Pendidikan Nasional (2003), Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu.

       Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus belajar.

       Muslimin Ibrahim (2000:7) Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri. 

Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis masalah ini difokuskan untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan diberikan kepada siswa saat proses pembelajaran.


2. Karakteristik Problem Based Learning
        PBL memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan satu masalah, (2) memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut siswa untuk mendemonstrasi-kan yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja.

       Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memcahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

a. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya.

b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.

c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak,sehingga terasa manfaatnya.

d. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

e. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

B. Prinsip-prinsip Pembelajaran Problem Based Learning
1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan pengetahuan ke kepala pembelajar. Kepala pembelajar dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. 

Pengajaran lebih diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pembelajar pada memorinya seperti menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung pada kualitas nomer panggil(call number) yang digunakan dalam mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif. 

Pengetahuan disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar terjadi informasi baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran.

2. Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). 

Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar seperti setting tujuan (what am I going to do), strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan (did it work?). Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. 

Secara khusus keterampilan metakognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan masalah masuk akal?

3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip ketiga ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk memiliki pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah merupakan tujuan yang sangat ambisius. 

Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan. 

Namun studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi juga menunjukkan bahwa pendidikan tradisional tidak memfasilitasi peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori fisika ( misalnya, Clement, 1990).

C. Implementasi Problem Based Learning
       PBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. 

Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.

       PBL dapat dimulai dengan mengembangkan masalah yang: (1) menangkap minat siswa dengan menghubungkannya dengan isue di dunia nyata; (2) menggambarkan atau mendatangkan pengalaman dan belajar siswa sebelumnya; (3) memadukan isi tujuan dengan ketrampilan pemecahan masalah; (4) membutuhkan kerjasama, metode banyak tingkat (multi-staged method) untuk menyelesaikannya; dan (5) mengharuskan siswa melakukan beberapa penelitian independent untuk menghimpun atau memperoleh semua informasi yang relevan dengan masalah tersebut.

        Pembelajaran PBL mendasarkan pada masalah, maka pemilihan masalah menjadi hal yang sangat penting. Masalah untuk PBL seharusnya dipilih sedemikian hingga menantang minat siswa untuk menyelesaikannya, menghubungkan dengan pengalaman dan belajar sebelumnya, dan membutuhkan kerjasama dan berbagai strategi untuk menyelesaikannya. Untuk keperluan ini, masalah open-ended yang disarankan untuk dijadikan titik awal pembelajaran.

        Model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan berdasarkankonsep-konsep yang dicetuskan oleh Jerome Bruner. Konsep tersebutadalah belajar penemuan atau discovery learning, Johnson membedakannya dengan Inquiry Learning. Dalam discovery learning, ada pengalaman yang disebut ”... ahaa experience”. Yang dapat diartikanseperti nah ini dia. Sebaliknya Inquiry Learning tidak selalu sampai padaproses tersebut. Hal ini karena proses akhir discovery learning adalah penemuan, sedangkan Inquiry Learning proses akhir terletak padakepuasan kegiatan peneliti. 

             Meskipun demikian akan tetapi keduanya memiliki persamaan. Discovery learning dan Inquiry Learning merupakan pembelajaran beraksentuasi pada masalah-masalah kontekstual. Keduanya merupakan pembelajaran yang menekankan aktivitas penyelidikan.

        Dengan adanya ransangan atau stimulus berupa masalah yangberkaitan dengan materi pelajaran maka kemampuan siswa untuk menganalisis suatu permasalahan yang berdasarkan teori yang sesuai akanmampu melahirkan suatu pengetahuan baru dan cara baru dalam mengatasiberbagai masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran yang dipelajari.

1. Kelebihan PBL
Kelebihan penggunaan pembelajaran berdasarkan masalah adalah (Taufiq, 2009):

a. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri menemukan konsep tersebut;

b. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi;

c. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna;

d. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan keterkaitan pembelajar terhadap bahan yang dipelajari;

e. Menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara pembelajar;

f. Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar pebelajar dapat diharapkan;

g. Merangsang keterbukaan pikiran serta mendorong peserta didik untuk melakukan pembelajaran yang reflektif, kritis dan aktif;

h. Merangsang peserta didik untuk bertanya dan menggali pengetahuan secara mendalam;

i. Mencerminkan sifat alamiah pengetahuan, yaitu: kompleks dan berubah- ubah sesuai kebutuhan, sebagai respons terhadap masalah yang dihadapi.

Ada beberapa keunggulan PBL (Boud, 1985 dalam Baden and Major, 2003) yang ditemukan yaitu: “Dapat memperluas tema, menggunakan pendekatan yang beragam, memperluas filosofis, serta akhir pembelajarannya berujung terbuka.” 

Sebagai perluasan filosofis maka PBL mencakup tiga bidang yang luas, yaitu:
a. Menggunakan organisasi kurikulum disekitar masalah, karena itu lebih bersifat kurikulum terintegrasi dan menekankan pada keterampilan kognitif;

b. Kondisi yang difasilitasi oleh PBL berupa belajar dalam kelompok- kelompok kecil, tutorial, dan belajar aktif;

c. Hasil belajar yang difasilitasi oleh PBL berupa pengembangan keterampilan dan motivasi, seiring dengan pengembangan kemampuan belajar sepanjang hayat.

Karena PBL lebih memfasilitasi inkuiri melaksanakan PBL dengan membentuk perpaduan dan saling keterkaitan secara bebas antara PBL dengan project-based learning, problem-solving learning, action and work-based learning.

2. Kekurangan PBL
Kekurangan penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah adalah (Taufiq, 2009):

a. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai;
b. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.
c. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah.

d. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan dengan beban kurikulum.

e. Menurut Fincham et al. (1997), "PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi lebih pada kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda," (hal. 419).

f. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya.

g. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. 

PBL bisa sangat menantang untuk melaksanakan, karena membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa sulit pada awalnya bagi guru untuk "melepaskan kontrol" dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan mereka solusi