Langkah Pembelejaran Model Problem Based Learning

Model Pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tingkat belajar tertentu (Udin S.W. 1997).Joyce, dkk. (2003) mengemukakan bahwa suatu model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran di kelas. 

Oemar Hamalik (2003: 24) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan pengajaran dan membimbing pengajaran di kelas. Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual dalam wujud suatu perencanaan pembelajaran yang melukiskan prosedur yang sistematis yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran di kelas.

Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yakni: 1) rasional teoretik yang logis yang disusun oleh para pencipta, 2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar, 3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat berhasil, 4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Wina Sanjaya, 2006: 128).

Sintaks suatu model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran (Nana S., 1989: 43). Sintaks pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru atau siswa dan tugas-tugas khusus yang dilakukan oleh siswa. 

Sintaks dari bermacam model pembelajaran mempunyai komponen yang sama seperti diawali dengan menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran. 

Demikian pula setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap menutup pelajaran. Namun demikian ada perbedaan seperti perbedaan pengelolaan lingkungan belajar, perbedaan peran siswa, perbedaan peran guru, perbedaan ruang fisik dan perbedaan sistem sosial kelas. Perbedaan-perbedaan tersebut harus dipahami oleh para guru dalam menerapkan model pembelajaran agar dapat dilaksanakan dengan baik.

Model pembelajaran problem based learning (pembelajaran berbasis masalah), awalnya dirancang untuk program graduate bidang kesehatan oleh Barrows, Howard (1986) yang kemudian diadaptasi dalam bidang pendidikan oleh Gallagher (1995).

Problem based learning disetting dalam bentuk pembelajaran yang diawali dengan sebuah masalah dengan menggunakan instruktur sebagai pelatihan metakognitif dan diakhiri dengan penyajian dan analisis kerja siswa.
Model pembelajaran problem based learning berlandaskan pada psikologi kognitif, sehingga fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa, melainkan kepada apa yang sedang mereka pikirkan pada saat mereka melakukan kegiatan itu. 

         Pada problem based learning peran guru lebih berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar berpikir dan memecahkan masalah mereka sendiri. Belajar berbasis masalah menemukan akar intelektualnya pada penelitian John Dewey (Ibrahim, 2000). 

        Pedagogi Jhon Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam proyek atau tugas yang berorientasi masalah dan membentu mereka menyelidiki masalah-masalah tersebut. Pembelajaran yang berdayaguna atau berpusat pada masalah digerakkan oleh keinginan bawaan siswa untuk menyelidiki secara pribadi situasii yang bermakna merupakan hubungan problem based learning dengan psikologi Dewey. Selain Dewey, ahli psikologi Eropa Jean Piaget tokoh pengembang konsep konstruktivisme telah memberikan dukungannya. 

          Pandangan konstruktivisme- kognitif yang didasari atas teori Piaget menyatakan bahwa siswa dalam segala usianya secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuannya sendiri (Ibrahim, 2000).

Adaptasi struktur problem based learning dalam kelas-kelas sains dilakukan dengan menjamin penerapan beberapa komponen penting dari sains. Empat penerapan esensial dari problem based learning adalah seperti diurutkan dalam Gallagher et.al (1995) adalah:

1)      Orientasi siswa pada masalah
Pada saat mulai pembelajaran, guru menyampaikan tujuan pembelajaran secara jelas, menumbuhkan sikap positif terhadap pelajaran. Guru menyampaikan bahwa perlu adanya elaborasi tentang hal-hal sebagai berikut:
  • Tujuan utama dari pembelajaran adalah tidak untuk mempelajari sejumlah informasi baru, namun lebih kepada bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadikan pebelajar yang mandiri.
  • Permasalahan yang diselidiki tidak memiliki jawaban mutlak ”benar”. Sebuah penyelesaian yang kompleks memiliki banyak penyelesaian yang terkadang bertentangan.
  • Selama tahap penyelidikan dalam pembelajaran, siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi dengan bimbingan guru.
  • Pada tahap analisis dan penyelesaian masalah siswa didorong untuk menyampaikan idenya secara terbuka.
Guru perlu menyajikan masalah dengan hati-hati dengan prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi. Hal penting di sini adalah orientasi kepada situasi masalah menentukan tahap untuk penyelidikan selanjutnya. Oleh karena itu pada tahap ini presentasi harus menarik minat siswa dan menimbulkan rasa ingin tahu.

2)      Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Problem based learning membutuhkan keterampilan kolaborasi diantara siswa menurut mereka untuk menyelidiki masalah secara bersama. Oleh karena itu mereka juga membutuhkan bantuan untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas belajarnya.

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar kooperatif juga berlaku untuk mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok problem based learning. Intinya di sini adalah guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan.

3)      Membantu penyelidikan siswa
Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data-data atau melaksanakan eksperimen sampai mereka betul-betul memahami dimensi dari masalah tersebut. Tujuannya agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk membangun ide mereka sendiri. 

Siswa akan membutuhkan untuk diajarkan bagaimana menjadi penyelidik yang aktif dan bagaimana menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang sedang dipelajari. Setelah siswa mengumpulkan cukup data mereka akan mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelasan dan pemecahan. Selama tahap ini guru mendorong semua ide dan menerima sepenuhnya ide tersebut.

4)      Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Pada tahap ini guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang akan disajikan. Masing-masing kelompok menyajikan hasil pemecahan masalah yang diperoleh dalam suatu diskusi. 

Penyajian hasil karya ini dapat berupa laporan, poster maupun media-media yang lain.

5)      Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Tahap akhir ini meliputi aktivitas yang dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan disamping itu juga mengevaluasi keterampilan penyelidikan dan keterampilan intelektual yang telah mereka gunakan.

Selanjutnya beberapa ciri penting problem based learning sebagai berikut (Brook & Martin, 1993).

Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan melibatkan pebelajar dalam pola pemecahan masalah. Kondisi ini akan dapat mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam mengidentifikasi permasalahan. 

Dalam konteks belajar kognitif sejumlah tujuan yang terkait adalah belajar langsung dan mandiri, pengetahuan dan pemecahan masalah. Sehingga untuk mencapai keberhasilan, para pebelajar harus mengembangkan keahlian belajar dan mampu mengembangkan strategi dalam mengidentifikasi dan menemukan permasalahan belajar, evaluasi dan juga belajar dari berbagai sumber yang relevan.

Keberlanjutan masalah
Dalam hal ini ada dua hal yang harus terpenuhi. Pertama, harus dapat memunculkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang relevan dengan content domain yang dibahas. Kedua, permasalahan hendaknya riil sehingga memungkinkan terjadinya kesamaan pandang antarsiswa. 

Ada tiga alasan kenapa permasalahan harus nyata (realistik). (1) Siswa terkadang terbuka untuk meneliti semua dimensi dari permasalahan sehingga dapat mengalami kesulitan dalam menciptakan suatu permasalahan yang luas dengan informasi yang sesuai. (2) Permasalahan nyata cenderung untuk lebih melibatkan siswa terhadap suatu konteks tentang kesamaan dengan permasalahan. (3) Siswa segera ingin tahu hasil akhir dari penyelesaian masalahnya.

 Adanya presentasi permasalahan
Pebelajar dilibatkan dalam mempresentasikan permasalahan sehingga mereka merasa memiliki permasalahan tersebut. Ada dua hal pokok dalam mempresentasikan permasalahan. 

Pertama, jika siswa dilibatkan dalam pemecahan masalah yang autentik, maka mereka harus memiliki permasalahan tersebut. Kedua, adalah bahwa data yang ditampilkan dalam presentasi permasalahan tidak menyoroti faktor-faktor utama dalam masalah tersebut, namun dapat ditampilkan sebagai dasar pertanyaan sehingga tidak menampilkan informasi kunci

Peran guru sebagai tutor dan fasilitator
Dalam hal ini peran guru sebagai fasilitator adalah mengembangkan kreativitas berpikir siswa dalam bentuk keahlian dalam pemecahan masalah dan membantu siswa untuk menjadi mandiri. Kemampuan dari tutor sebagai fasilitator keterampilan mengajar kelompok kecil dam proses pembelajaran merupakan penentu utama dari kualitas dan keberhasilan. 

Setiap metode pendidikan bertujuan: (1) Mengembangkan kreativitas pada siswa dan keahlian berpendapat. (2) Membantu mereka untuk menjadi mandiri. Sedangkan tutorial adalah suatu penggunaan keahlian yang menitikberatkan masalah dasar belajar langsung mandiri (Barrows dalam Savery & Duffy, 1994).

Barrows (1996) dalam tulisannya yang berjudul Problem Based Learning in Medicine and Beyond juga mengemukakan beberapa karakteristik Problem Based Learning sebagai berikut:
  1. Proses pembelajaran bersifat Student Centered. Melalui bimbingan tutor (guru), siswa harus bertanggung jawab atas pembelajaran dirinya, mengidentifikasi apa yang mereka perlu ketahui untuk memperoleh pemahahaman yang lebih baik, mengelola permasalahan dan menentukan dimana mereka akan memperoleh informasi (buku teks, jurnal, internet, dsb).
  2. Proses pembelajaran pembelajaran berlangsung pada kelompok kecil. Setiap kelompok biasanya terdiri dari 5-8 orang. Anggota kelompok sebaiknya ditukar untuk setiap unit kurikulum. Kondisi demikian akan memberikan kondisi praktis kepada siswa untuk bekerja dan belajar secara lebih intensif dan efektif dalam variasi kelompok.
  3. Guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing. Dalam hal ini guru tidak berperan sebagai penceramah atau pemberi faktual, namun berperan sebagai fasilitator. Guru tidak memberitahu siswa tentang apa yang mereka harus pelajari atau baca. Siswa itu sendirilah (secara berkelompok) yang mengidentifikasi dan menentukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip apa yang harus mereka pelajari dan mereka pahami agar mampu memecahkan masalah yang telah disajikan guru pada awal setting pembelajaran.
  4. ermasalahan-permasalahan yang disajikan dalam setting pembelajaran diorganisasi dalam bentuk dan fokus tertentu dan merupakan stimulus pembelajaran. Misalnya, masalah pasien atau kesehatan masyarakat disajikan dalam berbagai bentuk seperti kasus tertulis, simulasi pasien, simulasi komputer atau video. Kondisi demikian akan menantang dan menghadapkan siswa dalam kondisi praktis serta akan memotivasi siswa untuk belajar. Untuk memecahkan masalah tersebut, siswa akan merealisasikan apa yang perlu mereka pelajari dari ilmu-ilmu dasar serta akan mengarahkan mereka untuk mengintegrasikan informasi-informasi dari berbagai disiplin ilmu.
  5. Informasi baru diperoleh melalui belajar secara mandiri (self directed learning). Siswa diharapkan belajar dari dunia pengetahuan dan mengakumulasikan keahliannya melalui belajar mandiri, serta dapat berbuat seperti praktisi yang sesungguhnya. Selama proses belajar secara mandiri, siswa bekerja bersama dalam kelompok, berdiskusi, melakukan komparasi, mereview serta berdebat tentang apa yang sudah mereka pelajari.
  6. Masalah merupakan wahana untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah klinik. Format permasalahan hendaknya mempresentasikan permasalahan pasien sesuai dengan dunia realita. Format permasalahan juga harus memberi kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien, melakukan tes fisik, tes laboratorium dan tuntutan lainnya.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam merancang program pengajaran yang berorientasi pada problem based learning sehingga proses pembelajaran benar-benar berpusat pada siswa (student centered) adalah sebagai berikut (Gallagher & Stepien, 1995):
  1. Fokuskan permasalahan (problem) sekitar pembelajaran konsep-konsep esensial yang strategis. Gunakan permasalahan dan konsep untuk membantu siswa melakukan investigasi substansi isi (content).
  2. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi gagasannya melalui eksperimen atau studi lapangan. Siswa akan menggali data-data yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
  3. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengelola data yang mereka miliki yang merupakan proses metakognisi.
  4. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan solusi-solusi yang mereka kemukakan. Penyajian dapat dilakukan dalam bentuk seminar atau publikasi atau dalam bentuk penyajian poster.
Prosedur dan tahapan pelaksanaan proses pembelajaran problem based learning adalah sebagai berikut (dimodifikasi dari Barrows and Myers, 1993).
PENDAHULUAN
  1. Penyampaian tujuan pembelajaran
  2. Apersepsi
SETTING PERMASALAHAN
  1. Penyampaian masalah
  2. Internalisasi masalah oleh siswa
  3. Menggambarkan hasil/performan yang diperlukan
  4. Pemberian tugas-tugas meliputi (pengajuan hipotesis, pengumpulan fakta, mensintesa informasi yang tersedia melalui kegiatan inkuiri, membuat catatan yang diperlukan, merancang kegiatan/penyelidikan yang berkaitan upaya pemecahan masalah)
  5. Pemberian alasan terhadap permasalahan
  6. Identifikasi sumber-sumber pembelajaran
  7. Penjadwalan tindak lanjut
PRESENTASI
  1. Penyajian pemecahan masalah
  2. Diskusi
AKHIR KEGIATAN
  1. Memiliki pengetahuan
  2. Penilaian diri melalui hasil diskusi
Sebagai model pembelajaran problem based learning disamping memiliki keunggulan juga memiliki kelemahan. Wina Sanjaya (2006: 218) menyatakan keunggulan problem based learning adalah:
  1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
  2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
  3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
  4. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
  5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping juga dapat mendorong untuk melakukan siendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
  6. Melalui pemecahan masalah bisa diperlihatkan bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang dimengerti oleh siswa bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku saja.
  7. Pemecahan masalah dipandang lebih mengasikkan dan disukai siswa.
  8. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan pengetahuan baru.
  9. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia nyata.
  10. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Sedangkan kelemahannya adalah:
  1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan sehingga masalah yang dipelajari sulit dipecahkan maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba.
  2. Keberhasilan pembelajaran ini membutuhkan cukup banyak waktu.
  3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.