Guru adalah orang yang telah memanggul tanggung jawab sebagai salah satu
pembentuk karakter manusia. Sumbangan karakter guru termasuk yang paling
kontributif. Pengaruh seorang guru terhadap anak didiknya hampir sebesar
pengaruh orang tua terhadap anaknya. Bahkan, kadang kita sering menemui seorang
anak, ketika diperintah oleh orangtuanya tidak mau mengerjakan, tetapi kalau
diperintah guru dia mau mengerjakan. Walaupun hanya kasuistik, tapi itu
mencerminkan bahwa pengaruh guru terhadap siswa sangatlah besar, termasuk dalam
proses pembentukan karakternya. 'Guru kencing berdiri, maka murid kencing
berlari' ungkapan yang sudah tidak asing bagi kita semua.
Sekolah-sekolah formal (SD, SMP dan SMA) memiliki porsi belajar yang dirancang untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup sebagai bekal hidup. Selama kurang lebih 7 jam per hari di sekolah sebagai peserta didik oleh guru. Dari 7 jam perhari itu, diharapkan karakter siswa terbangun,baik melalui proses belajar mengajar ataupun interaksi antar civitas akademika. Tetapi jika kita amati dan sadari, ternyata dari sekian waktu interaksi antara guru dan anak didik, yang terjadi adalah proses transfer ilmu pengetahuan, bukan pada proses pembentukan karakter yang utuh.
Sebagian besar waktu di kelas tersedia untuk menghabiskan target kurikulum yang diminta oleh dinas pendidikan. Sebagai akibatnya ikatan emosi antara guru dengan anak didik terasa hambar, bahkan, kesan ikatan yang tercipta seperti layaknya penjual dan pembeli. 'Apa yang saya berikan, harus mendapatkan imbalan yang setimpal, atau bahkan harus untung' setidaknya begitulah ekstrimnya, atau bahkan itu sudah lumrah.
Setelah pulang sekolah, waktu yang dilalui seorang anak mempunyai pengaruh yang sama dengan lingkungan sekolah terhadap karakternya. Sedangkan kita semua mafhum, bahwasanya saat ini lingkungan luar sekolah memiliki sumbangan yang relatif kurang baik untuk pembentukan karakter anak. Saat ini kita akan mudah menemukan anak SMP berpacaran layaknya mahasiswa (orang dewasa). Kita akan mudah menemukan anak SMP bergaya hidup seperti orang dewasa, membentuk geng, berkonflik dengan teman hanya karena urusan cewek/cowok, dan lain-lain.
Maka bukannya pesimis, tetapi jika hal ini tidak ada langkah preventif di dunia pendidikan, maka pendidikan kita hanya akan menghasilkan siswa yang pintar tetapi tidak berkarakter sebagai seorang yang terdidik. Atau bahkan lebih ironis, sudah tidak begitu pintar tidak berkarakter pula.
Sebagai orang tua, kita akan lebih senang melihat anak yang berakhlak baik, sopan, dan menghormati terhadap orang yang lebih tua. Kita akan lebih senang lagi kalau anak itu ternyata adalah anak yang pandai. Kalaupun ternyata tidak pandai, kita tidak mempermasalahkan.
Kita akan kecewa jika mengetahui anak yang pandai dan jenius, tetapi ternyata mempunyai akhlak yang buruk, tidak tahu tatakrama, dan sombong. Oleh sebab itu kita sudah pasti sepakat bahwa tugas pendidikan membentuk karakter kepribadian anak tidak hanya pandai akademis, tetapi juga akhlak.
Sekolah-sekolah formal (SD, SMP dan SMA) memiliki porsi belajar yang dirancang untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup sebagai bekal hidup. Selama kurang lebih 7 jam per hari di sekolah sebagai peserta didik oleh guru. Dari 7 jam perhari itu, diharapkan karakter siswa terbangun,baik melalui proses belajar mengajar ataupun interaksi antar civitas akademika. Tetapi jika kita amati dan sadari, ternyata dari sekian waktu interaksi antara guru dan anak didik, yang terjadi adalah proses transfer ilmu pengetahuan, bukan pada proses pembentukan karakter yang utuh.
Sebagian besar waktu di kelas tersedia untuk menghabiskan target kurikulum yang diminta oleh dinas pendidikan. Sebagai akibatnya ikatan emosi antara guru dengan anak didik terasa hambar, bahkan, kesan ikatan yang tercipta seperti layaknya penjual dan pembeli. 'Apa yang saya berikan, harus mendapatkan imbalan yang setimpal, atau bahkan harus untung' setidaknya begitulah ekstrimnya, atau bahkan itu sudah lumrah.
Setelah pulang sekolah, waktu yang dilalui seorang anak mempunyai pengaruh yang sama dengan lingkungan sekolah terhadap karakternya. Sedangkan kita semua mafhum, bahwasanya saat ini lingkungan luar sekolah memiliki sumbangan yang relatif kurang baik untuk pembentukan karakter anak. Saat ini kita akan mudah menemukan anak SMP berpacaran layaknya mahasiswa (orang dewasa). Kita akan mudah menemukan anak SMP bergaya hidup seperti orang dewasa, membentuk geng, berkonflik dengan teman hanya karena urusan cewek/cowok, dan lain-lain.
Maka bukannya pesimis, tetapi jika hal ini tidak ada langkah preventif di dunia pendidikan, maka pendidikan kita hanya akan menghasilkan siswa yang pintar tetapi tidak berkarakter sebagai seorang yang terdidik. Atau bahkan lebih ironis, sudah tidak begitu pintar tidak berkarakter pula.
Sebagai orang tua, kita akan lebih senang melihat anak yang berakhlak baik, sopan, dan menghormati terhadap orang yang lebih tua. Kita akan lebih senang lagi kalau anak itu ternyata adalah anak yang pandai. Kalaupun ternyata tidak pandai, kita tidak mempermasalahkan.
Kita akan kecewa jika mengetahui anak yang pandai dan jenius, tetapi ternyata mempunyai akhlak yang buruk, tidak tahu tatakrama, dan sombong. Oleh sebab itu kita sudah pasti sepakat bahwa tugas pendidikan membentuk karakter kepribadian anak tidak hanya pandai akademis, tetapi juga akhlak.
Stakeholders yang paling berpengaruh di dalam proses pendidikan karakter ini
adalah guru. Pendidikan karakter tidak perlu membutuhkan teori yang berlebihan
tetapi yang lebih diutamakan adalah praktik di dalam kehidupan sehari-hari.
Guru lebih dituntut untuk memberikan praktik dan contoh yang baik terhadap siswa. Selain itu guru adalah seorang motivator sekaligus menjadi seorang teladan bagi siswa-siswinya. Seoarang guru selain mempunyai kompetensi pedagogis sebagai basic pengajar, guru harus mempunyai beberapa kompetensi utama dalam melakukan proses pembelajaran pendidikan karakter.
Guru lebih dituntut untuk memberikan praktik dan contoh yang baik terhadap siswa. Selain itu guru adalah seorang motivator sekaligus menjadi seorang teladan bagi siswa-siswinya. Seoarang guru selain mempunyai kompetensi pedagogis sebagai basic pengajar, guru harus mempunyai beberapa kompetensi utama dalam melakukan proses pembelajaran pendidikan karakter.
Kompetensi pertama adalah kompetensi
kepribadian, menjadi guru yang berkepribadian baik, santun, serta mengembangkan
sifat terpuji sebagai seoarang guru. Pendidikan karakter membutuhkan guru yang
dapat memberikan nilai yang dapat langsung dicontoh oleh siswa. Bukan malah
sebaliknya, guru memberikan contoh yang berdampak kurang persuasifnya siswa
terhadap karakter dan kepribadian. Seperti sebagian guru dikota metropolitan
yang berorientasi kemateri.
Menuntut tunjangan lebih besar tetapi tidak diimbangi dengan kualitas serta profesionalitas di dalam melaksanakan pembelajaran. Hasil ujian nasional menunjukkan bahwa hasil kelulusan siswa SMP dan SMA di Jakarta menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Padahal gaji dan tunjangan guru di Jakarta merupakan angka yang tertinggi daripada di daerah lain di Indonesia. Hal ini menunjukkan karakter guru yang bermasalah.
Kedua, kompetensi berinteraksi dan berkomunikasi. Guru berhasil membangun hubungan yang baik dengan siswa tanpa menghilangkan sopan santun antara guru dan murid. Sudah menjadi kewajiban guru untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan siswanya. Melakukan pendekatan yang persuasif untuk meningkatkan motivasi dalam belajar.
Mampu memberikan konsep belajar mengajar yang tidak menekan dan memaksa terhadap siswa. Serta memberi sanksi yang sesuai dan konstruktif jika siswa melakukan kesalahan. Dan yang paling urgen adalah tidak ada legitimasi bagi guru untuk melakukan kekerasan terhadap siswa apapun alasanya baik kekerasan fisik maupun psikis.
Ketiga, kompetensi bimbingan dan penyuluhan. Dalam teori tabularasa siswa digambarkan sebagai sebuah kertas putih yang masih bersih yang nanti akan diisi dengan catatan-catatan kehidupan. Oleh sebab itu guru harus selalu memberikan bimbingan di dalam pengisian kertas putih yang bersih ini. Siswa akan selalu membutuhkan bimbingan dari orang lain dalam menjalani kehidupanya yang semakin kompleks.
Memang sudah banyak disekolah-sekolah terdapat guru BK (Bimbingan dan Konseling), tetapi kebanyakan dilapangan justru siswa menjauhi guru BK karena merasa takut dan minder jika mengahadap guru BK. Kompetensi bimbingan dan penyuluhan seharusnya dimiliki oleh setiap guru, tidak hanya guru BK. Karena siswa lebih merasa nyaman dengan salah satu guru dari pada guru yang lain. Jika ada siswa yang ingin bimbingan maka guru harus membimbing siswa tersebut.
Kita patut untuk memberikan apresiasi terhadap guru-guru Indonesia yang selama ini telah berjuang mencerdaskan generasi bangsa. Menghilangkan kebodohan dan membentuk kepribadian yang luhur serta memperjuangkan karakter bangsa yang bersih. Tetapi disisi lain, masih banyak karakter-karakter bejat dan culas yang masih menggerogoti negeri ini. Hal ini bukan menjadi tugas guru semata tetapi juga tugas kita semua. Semoga dimasa yang akan datang guru-guru Indonesia lebih berkarakter luhur di dalam melaksanakan pendidikan karakter nasional yang lebih realistis.
Menuntut tunjangan lebih besar tetapi tidak diimbangi dengan kualitas serta profesionalitas di dalam melaksanakan pembelajaran. Hasil ujian nasional menunjukkan bahwa hasil kelulusan siswa SMP dan SMA di Jakarta menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Padahal gaji dan tunjangan guru di Jakarta merupakan angka yang tertinggi daripada di daerah lain di Indonesia. Hal ini menunjukkan karakter guru yang bermasalah.
Kedua, kompetensi berinteraksi dan berkomunikasi. Guru berhasil membangun hubungan yang baik dengan siswa tanpa menghilangkan sopan santun antara guru dan murid. Sudah menjadi kewajiban guru untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan siswanya. Melakukan pendekatan yang persuasif untuk meningkatkan motivasi dalam belajar.
Mampu memberikan konsep belajar mengajar yang tidak menekan dan memaksa terhadap siswa. Serta memberi sanksi yang sesuai dan konstruktif jika siswa melakukan kesalahan. Dan yang paling urgen adalah tidak ada legitimasi bagi guru untuk melakukan kekerasan terhadap siswa apapun alasanya baik kekerasan fisik maupun psikis.
Ketiga, kompetensi bimbingan dan penyuluhan. Dalam teori tabularasa siswa digambarkan sebagai sebuah kertas putih yang masih bersih yang nanti akan diisi dengan catatan-catatan kehidupan. Oleh sebab itu guru harus selalu memberikan bimbingan di dalam pengisian kertas putih yang bersih ini. Siswa akan selalu membutuhkan bimbingan dari orang lain dalam menjalani kehidupanya yang semakin kompleks.
Memang sudah banyak disekolah-sekolah terdapat guru BK (Bimbingan dan Konseling), tetapi kebanyakan dilapangan justru siswa menjauhi guru BK karena merasa takut dan minder jika mengahadap guru BK. Kompetensi bimbingan dan penyuluhan seharusnya dimiliki oleh setiap guru, tidak hanya guru BK. Karena siswa lebih merasa nyaman dengan salah satu guru dari pada guru yang lain. Jika ada siswa yang ingin bimbingan maka guru harus membimbing siswa tersebut.
Kita patut untuk memberikan apresiasi terhadap guru-guru Indonesia yang selama ini telah berjuang mencerdaskan generasi bangsa. Menghilangkan kebodohan dan membentuk kepribadian yang luhur serta memperjuangkan karakter bangsa yang bersih. Tetapi disisi lain, masih banyak karakter-karakter bejat dan culas yang masih menggerogoti negeri ini. Hal ini bukan menjadi tugas guru semata tetapi juga tugas kita semua. Semoga dimasa yang akan datang guru-guru Indonesia lebih berkarakter luhur di dalam melaksanakan pendidikan karakter nasional yang lebih realistis.
Guru yang berkarakter adalah guru yang mempunyai prinsip hidup dan
perenungannya dan kebebasan dalam berkreasi.Dengan prinsip yang
hidup yang dihasilkan dari pencarian dan perenungan, seorang guru mempunyai
kepercayaan diri dalam membimbing dan mendidik peserta didik sesuai
dengan perkembangan dan kemampuannya. Dengan kebebasan berkreasi, guru
diharapkan dapat mengembangkan pembelajaran yang melibatkan siswa secara
aktif, kreatif, dan inovatif sehingga potensi siswa berkembang secara maksimal.
Guru bekarakter akan berusaha menciptkan iklim belajar yang efektif dan menyenangkan, dengan kreativitas metode pembelajaran, untuk mengurangi kejenuhan dan menyesuaikan dengan konteks pembelajaran sehingga tumbuh kegairahan dan motivasi instrinsik dan ekstrinsik.Dengan karakter positif yang ditunjukkan guru, diharapkan pelanggaran disipilin berkurang; siswa berperilaku wajar, percaya diri, dan tidak sombong; dan persaingan sehat antarsiswa, kelas, dan guru tumbuh di lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan.Itulah pentingnya guru berkarakter bagi pembentukan karakter generasi muda.
Guru bekarakter akan berusaha menciptkan iklim belajar yang efektif dan menyenangkan, dengan kreativitas metode pembelajaran, untuk mengurangi kejenuhan dan menyesuaikan dengan konteks pembelajaran sehingga tumbuh kegairahan dan motivasi instrinsik dan ekstrinsik.Dengan karakter positif yang ditunjukkan guru, diharapkan pelanggaran disipilin berkurang; siswa berperilaku wajar, percaya diri, dan tidak sombong; dan persaingan sehat antarsiswa, kelas, dan guru tumbuh di lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan.Itulah pentingnya guru berkarakter bagi pembentukan karakter generasi muda.
Guru adalah manusia biasa dan sebagai manusia biasa dalam melaksanakan peran
sebagai pendidik dan sebagai pemimpin bagi anak didiknya dalam pelaksanaan
Proses Belajar Mengajar mereka memiliki gaya tersendiri. dari hasil observasi
yang saya temukan, ada tiga tipe kategori dari gaya guru sebagai pendidik
yaitu; gaya otoriter, gaya masa bodoh dan gaya demokrasi.
Yang pertama, kita pasti pernah berhadapan dengan guru dengan gaya atau
karakter otoriter ini, dimana memperlihatkan kekuasaan mutlak atas anak
didiknya selama pelaksanaan PBM (proses Belajar Mengajar) dan karakter otoriter
ini juga dapat mendatangkan mimpi buruk bagi setiap anak didik. Senyuman manis
dan kata- kata yang lembut merupakan barang yang langka yang diperoleh dari
guru berkarakter otoriter ini. Guru killer adalah istilah lain yang
diberikan oleh anak didik untuk guru berkarakter otoriter tersebut.
Kedua, guru dengan karakter masa bodoh. Karakter seperti ini cendrung menurunkan
kualitas budaya sekolah. Suasana kelas akan menjadi amburadul, apalagi bila
anak didik dikelas cukup banyak. Peranan guru yang berkarakter “masa bodoh” ini
bisa agak bagus apa bila ia mengelola kelas dengan anak didik sedikit. Guru
dengan karakter demikian perlu bersikap lebih tegas dan punya prinsip atas
nilai kebenaran. Menambah kualitas ilmu dan wawasan dan kemudian bersikap lebih
tegas akan mampu mengatasi karakter masa bodoh tersebut.
Terakhir, Guru yang berkarakter demokratis adalah guru yang memiliki hati
nurani yang tajam. Guru dengan karakter beginilah yang mampu menghadirkan
hatinya dalam emosi anak didik selama pembelajaran. Guru berkarakter demokratis
dan memiliki wawasan yang tinggi tentu akan mampu menenangkan hati anak didik atau
memotivasi mereka dalam pembelajaran. Guru yang mampu menghadirkan hatinya pada
hati anak didik disebut sebagai guru yang baik dan mereka akan dikenang oleh
anak didik sepanjang hayatnya. Yang lebih banyak dikenang adalah guru yang
baik.
Setiap anak didik telah banyak mengenal banyak guru dalam hidupnya, ada guru
yang pintar dan ada guru yang baik. Sekali lagi bahwa guru yang berkesan bagi
mereka adalah guru yang menghadirkan hati atau emosinya saat melaksanakan PBM.
Guru yang cerdas atau pintar namun memiliki pribadi yang kaku, mungkin juga
kasar, kurang bisa bersimpati, pasti tidak banyak memberi pengaruh kepada anak
didik.
Guru yang mampu memberi pengaruh untuk masa depan anak didik melalui kata- kata atau bahasanya adalah guru yang memiliki pribadi yang hangat dan juga cerdas. Untuk itu adalah sangat ideal bila setiap guru mampu meningkatkan kualitas pribadinya menjadi guru yang cerdas, yaitu cerdas intelektual, cerdas emosi dan juga cerdas spiritualnya. Maka guru- guru yang beginilah yang patut diberi hadiah dengan lagu “guru pahlawan tanpa tanda jasa”.
Guru yang mampu memberi pengaruh untuk masa depan anak didik melalui kata- kata atau bahasanya adalah guru yang memiliki pribadi yang hangat dan juga cerdas. Untuk itu adalah sangat ideal bila setiap guru mampu meningkatkan kualitas pribadinya menjadi guru yang cerdas, yaitu cerdas intelektual, cerdas emosi dan juga cerdas spiritualnya. Maka guru- guru yang beginilah yang patut diberi hadiah dengan lagu “guru pahlawan tanpa tanda jasa”.
Kata-kata yang diucapkan oleh guru kepada siswa atau anak didik dalam pergaulan
mereka di sekolah sangat menentukan masa depan mereka. Kata kata yang diucapkan
oleh guru pada anak didik ibarat panah yang lepas dari busur. Kata yang keluar
dari mulut guru akan menancap pada hati anak didik. Bila kata- kata tadi
melukai hati mereka, maka goresannya akan membekas sampai tua. Sering kata kata
yang tidak simpatik dari seorang guru telah menghancurkan semangat hidup
mereka.
Sebaliknya kata kata yang mampu memberi dorongan semangat juga sangat berarti dalam menumbuh dan mengembangkan semangat hidup- semangat belajar dan bekerja mereka. Maka untuk itu guru perlu menjalin hubungan dengan anak didik lewat kata- kata yang berkualitas.”
Sebaliknya kata kata yang mampu memberi dorongan semangat juga sangat berarti dalam menumbuh dan mengembangkan semangat hidup- semangat belajar dan bekerja mereka. Maka untuk itu guru perlu menjalin hubungan dengan anak didik lewat kata- kata yang berkualitas.”
Karakteristik guru yang efektif dalam pengajaran
akan tampak dalam situasi belajar yang diciptakannnya. Situasi belajar tersebut
ditunjukkan dalam hal-hal berikut:
- Keluwesan dalam mengajar
- Adanya empati dan kepekaan terhadap segala kebutuhan siswa
- Kemampuan mengajar sesuai dengan selera siswa
- Kemauan memberi peneguhan (reinforcement)
- Kemauan memberi kemudahan, kehangatan dan cara mengajar yang tidak kaku.
- Kemampuan menyesuaikan emosi, percaya diri dan ada keriangan dalam mengajar.
Selanjutnya
dikemukakan pula cara-cara mendidik anak menurut Nabi Muhammad yang merupakan
dasar-dasar metode yang harus dipegang oleh orang tua dan para pendidik, yaitu:
- Keteladanan yang baik
- Waktu yang baik untuk memberikan bimbingan
- Bersikap adil dan sama terhadap setiap anak
- Memenuhi hak-hak anak
- Mendoakan anak
- Membelikan alat permainan untuk anak
- Membantu anak untuk berbuat baik dan patuh
- Menjauhi banyak mencela
Sesuai dengan sabda
Rasulullah diriwayatkan dari Ibnu abbas, artinya:
“Ajarkanlah ilmu, berikan kemudahan dan jangan mempersulit, sampaikan
kabar gembira dan jangan membuat orang lain lari. Jika salah seorang diantara
kalian marah, hendaklah ia diam”.